Senin, 30 Juni 2008

Imaginasiku: Menjadi Yesus?

Semua orang mungkin suka berimajinasi, termasuk aku sendiri. Apapun itu, mulai dari hal-hal sepele tentang bagaimana untuk memulai pembicaraan dengan seseorang, atau pun berhubungan dengan masalah pelik yang menghinggapi aku. Ya, kadang imaginasi membuat semua masalah yang aku hadapi “terselesaikan untuk sementara”, yang akhinya harus karam ketika berhadapan dengan realitas.

Aku pernah berimajinasi menjadi superhero ketika aku kecil, ya, Superman. Tokoh kesukaanku yang terkenal dengan kekuatan dan celana dalamnya yang terpakai terbalik plus norak. Superman menjadi sosok imaginasiku karena aku terkenal sangat lemah waktu kecil. Sewaktu aku remaja, aku berimajinasi menjadi orang yang pintar, bak si jenius Einstein. Si jenius itu akhirnya menjadi pilihanku berimajinasi karena aku dikenal orang yang tidak pintar di sekolah. Harusku akui, aku payah dalam bidang eksakta. Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi menjadi musuh dalam setiap peperanganku sewaktu sekolah.

Sekarang aku sudah dewasa, setidaknya dewasa secara usia. Aku hampir mendekati usia berkepala 3. Satu hal yang memang dan selayaknya dikatakan harus dewasa. Lalu, apa yang aku imaginasikan sekarang? Mungkin kalian akan tertawa, kalau ku beritahu apa imajinasiku sekarang. Jangan tertawa, ya. Tapi, ya sudah, kalau kalian mau tertawa ya tidak apa-apa.

Imajinasiku sekarang adalah menjadi seorang yang lebih baik dari hari ke hari. “Loh kok, menjadi orang lebih baik adalah imajinasi?”, Seorang teman bernama Mas Ari_thok berkomentar penuh tanya. “ Mbok ya, kalau berimajinasi itu yang tinggi-tinggi, pingin jadi pleciden, menteli, atau jadi pak camat, gitu loh”, Mas Daniel menimpali. “ho..oh”, ucap Mbak cipurru menyetujui usul Mas Daniel.

“Ngak tahu ya teman-teman, sejak aku menemukan makna dari kehidupan ini, setelah aku tersadar dari tidur panjangku, aku semacam mengalami pencerahan”, Aku menjawab kegundahan mereka. “Aku telah menemukan realitas hidup yang fana ini, kemana pun aku melangkah, semua hanya hamparan kemunafikan, kebobrokan, dan kejahatan yang dalam.”, aku berujar kembali. Aku pun mengakui, bahwa aku sebagai manusia merupakan bagian dari kedagingan itu. Ya, aku juga munafik. Ya, kadang aku jahat kepada sesamaku. Ya. Namun kali ini aku tidak mau berimaginasi untuk menjadi seorang Nabi, atau bahkan Yesus. “Tidak, tidak akan…!”, Aku berkata dengan mantap.

“Ah…, kami ya juga tidak berani berimajinasi untuk menjadi Yesus”, Mas Daniel, Ari_thok, dan Mbak Cipirru bersama-sama berucap dengan spontan.

Well, sebenarnya ini bukan masalah berimajinasi seperti Yesus atau pun para nabi. Aku hanya ingin mengungkapkan 1 poin yang menurutku patut menjadi perhatian orang-orang dewasa lainnya, yaitu berhentilah untuk berimajinasi dan jadilah orang yang siap dalam menjalani hidup ini apapun yang akan terjadi. Baik dan buruk bukanlah bagianmu untuk menilai, tapi Dia yang di atas sana. Tugas kita, ya, hanya mencoba yang terbaik yang kita bisa dengan kesungguhan dan niat yang tulus iklas. Paling tidak, ketika aku gagal lagi, aku sudah melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan.

Semoga menjadi perenungan, kulo pamit kundur......